Rabu, 04 Juni 2014

[FANFICTION] He's Not My Destiny

Sekali lagi muncul cerita aneh di otak sehingga jadilah cerita ini yang super duper nggak jelas jadi wajar aja ya kalau nggak begitu menarik. Tapi kalau mau baca silahkan, kalau mau like monggo, yang mau share sangat diperbolehkan, yang mau comment apalagi... yang mau copas nggak boleh yaaa... Terima kasih :)


Storyline by Dana Rizky


Krystal’s POV
Naega neol saranghae1, Krystal-ah.”
Itu adalah kalimat terakhir yang kudengar dari mulut L. Kalimat yang begitu melekat di seluruh ingatan, hati, bahkan mungkin juga seluruh tubuhku. Kalimat dari seseorang yang sangat berarti di hidupku. Seseorang yang kini tinggal namanya saja.
Namun waktu telah berlalu dan semua tinggallah kenangan. Dan kini saatnya aku memulai hidup yang baru. Hidup yang akan sepi tanpa senyumannya.

#

Aku berjalan di sepanjang trotoar sambil menarik koper besarku. Seoul sangat berbeda dengan California. Itu menurutku. Dan ini adalah pertama kalinya aku menapakkan kakiku di tempat kelahiran nae eomma2, Seoul. Karena sebuah peristiwa, kini aku harus terdampar di tepi jalan yang sama sekali tak kukenal.

Lima jam yang lalu...

Aku berjalan keluar dari Bandara Incheon dan menghentikan sebuah taksi yang kosong. Taksi mulai berjalan setelah aku masuk dan menyebutkan tempat tujuanku yaitu rumah imo-bibi, adik ibuku.

Namun tiba-tiba saja taksi yang kutumpangi mogok. Aku memutuskan untuk berjalan kaki saja karena sopir taksi itu bilang alamat yang kutuju tidak terlalu jauh dari sana. Dengan sedikit ragu aku mengikuti apa yang dikatakan sopir taksi tersebut.

Dan di sinilah aku sekarang. Berdiri di tengah trotoar dan tidak tahu tempat apa ini. Aku mendongak melihat langit. Sudah mulai senja. Ponselku juga mati sehingga aku tidak bisa menghubungi bibiku atau siapa saja yang ku kenal di Seoul.

Aku pun melanjutkan berjalan lagi sampai di perempatan jalan. Huft… lelah sekali. Kulihat sebuah kedai kopi yang terlihat menarik. Kuputuskan untuk mampir ke kedai itu sebentar.

“Selamat datang….” Sapa seorang pelayan wanita padaku. Aku hanya tersenyum. Kududukkan diriku disalah satu kursi yang tersedia di luar kedai atau outdoor. “Aku pesan apa ya?” gumamku sambil melihat menu yang disediakan.

Setelah memesan, mataku tak mau beristirahat begitu saja dan memilih untuk menelanjangi setiap detail dari kedai ini.

“Jika L bersamaku sekarang, ia pasti juga mengagumi indahnya bangunan kedai ini. Hah… arsitek muda itu.” Celotehku tanpa sadar. “Omo3! Apa yang kulakukan? Krystal-ah, kau tidak boleh begini. Ia sudah pergi.” Kataku mencoba mengingatkan pada diriku sendiri akan kenyataan pahit yang harus kujalani.

Tak lama pesananku datang. Secangkir cappuccino dengan sedikit bubuk creamer di atasnya. Sesuai kesukaanku.

Saat aku meniup cappuccinoku yang panas, kudengar suaranya, membuatku membeku. “Annyeong4, Chagiya5.” Ya, itu benar-benar suaranya. Kuletakkan cangkirku di meja dan mencari pemilik suara itu. Aku sedikit terlonjak melihat siapa orang itu. Dia… namja6 itu… orang yang sudah lama kurindukan… L.

Hampir saja aku menghampirinya jika aku tidak melihat ia memeluk pelayan wanita yang tadi menyapaku. Aku tersentak. “Chagiya, aku mau kerja dulu. Lepaskan ya?” pinta si gadis.

Hatiku seperti tersayat-sayat melihatnya memeluk wanita itu. Namun juga tak dapat dipungkiri aku senang melihat wajah itu lagi. Benarkah itu dia? Jeongmalyo7?

Tanpa sadar mataku terus tertuju padanya. Memandangnya dengan pilu. Mataku berkaca-kaca. Aku menutup kedua mataku menggunakan tanganku dengan segera. Saat kubuka tanganku, kulihat seorang pemuda bertubuh jangkung berdiri di depanku.

Itu dia… L…. “Jwesonghamnida8, Agashi9. Kenapa anda terus melihat saya?” tanyanya. Aku terkejut. Dia.. bukan L. L tidak akan berbicara formal denganku.

Pemuda yang mirip dengan L itu mengedikkan kedua bahunya seraya pergi meninggalkanku yang tak kunjung menjawab pertanyaannya. Aku masih menatapnya. Menatapnya yang terus menjauh dariku.

Aku menghela nafas. Inikah yang kusebut hidup baru?

#

Hari sudah pagi. Sinar matahari mulai mengusik tidurku. Tiba-tiba pintu kamarku terbuka. Oh.. hanya Jiyeon Eonnie10, sepupuku. Ya… aku sekarang berada di rumah bibiku. Beruntung sekali aku mampir ke kedai kopi kemarin karena Jiyeon Eonnie tiba-tiba saja muncul di kedai.

Ya-Hei! Krystal-ah! Jangan senang melamun!” tegur Jiyeon Eonnie. Aku hanya memamerkan sederet gigiku. Jiyeon Eonnie duduk di sampingku. “Krystal-ah, ayo bangun dan sarapan bersama! Eomoni-Ibu sudah membuatkan sandwich untuk kita.” Ajak Eonnie.

Kamipun keluar dari kamar. Saat melewati jendela besar di ruang tengah, kulihat pemuda itu di luar sana. Namja itu… Ya! Krystal-ah! Dia itu bukan L! Bukan!

Aku tersenyum kecut melihatnya. Kenapa ia begitu mirip? “Eonnie, pemuda yang di sana itu…” ucapku menggantung sambil menunjuk ‘Dia’. “Nugunde?” tanyaku.

Eonnie melihat arah yang kutunjuk. “Dia Kim Myungsoo, tetangga kami dan sekarang ia menjadi tetanggamu juga.” Jawab Jiyeon Eonnie. Aku membulatkan mulutku tanda mengerti. “Wae12?” tambah Eonnie.

Aku yang sedari tadi masih memperhatikan pemuda itu menoleh ke Eonnie. “Ne13? Ah.. aniya-tidak. Dia hanya mirip seseorang yang ku kenal.” Jawabku. Ah andwae14.. Mereka tidak mirip, tapi mereka sama.

Kulihat Eonnie juga melihat Kim Myungsoo lagi. Ah! Kenapa menyebut nama aslinya terasa sulit sekali? “Ya sudah. Ayo kita makan! Eomma sudah menunggu kita.” Ajak Jiyeon Eonnie lagi. Aku mengangguk dan mengikuti Eonnie yang sudah mendahuluiku.

#

Tak terasa sudah seminggu aku tinggal di kampung halaman Eomoni. Sudah seminggu pula aku selalu mengikuti L maksudku Kim Myungsoo dan memandangnya dari jauh. Kim Myungsoo-ssi… aku benar-benar tidak bisa melihatnya sebagai Kim Myungsoo. Entah kenapa di mataku ia selalu L.
Seperti saat ini. aku sedang berada di perpustakaan mengikuti Kim Myungsoo. Aku berpura-pura membaca buku sejarah Korea Selatan yang tidak kuketahui sama sekali. “Omo! Dia melihatku!” gumamku saat mengetahui Kim Myungsoo sedang melihatku dengan tajam.

Aku mencoba menutup wajahku dengan buku yang kubawa. “Chogi15, bisa kau ikut denganku sekarang?” tanya Kim Myungsoo yang kali ini menggunakan banmal16. Apa dia lupa menggunakan bahasa formalnya? Aku meletakkan buku yang sedari tadi masih menutupi wajahku.

Naega17?” tanyaku sambil menunjuk diriku sendiri. Ia mengangguk. Kim Myungsoo pun keluar dari perpustakaan dan segera kususul.

Kim Myungsoo membalikkan tubuhnya hingga menghadap aku. “Saya langsung saja. Kenapa anda selalu mengikuti saya? Apa saya mempunyai salah dengan anda?” tanya Kim Myungsoo.
Aku gelagapan. “Emm.. itu.. aku…” Kim Myungsoo menghela nafas. “Jwesonghamnida jika saya punya salah.” Ucapnya seraya berbalik akan meninggalkanku.

Tanpa sadar tanganku menahannya. “Jadilah nae namjachingu18.” Pintaku. Aku segera menutup mulutku begitu menyadari ucapanku dan saat kulihat Kim Myungsoo memutar tubuhnya kembali. 

Ne? Namjachingu?” tanyanya.

Aku menelan ludah. “Jwesonghamnida.” Ucapku dan segera pergi meninggalkan Kim Myungsoo yang terpaku.

#

Minggu yang cerah. Jiyeon Eonnie mengajakku pergi ke pantai. Ia bilang ia juga mengajak beberapa temannya. Aku hanya menurut. Kami sedang memasukkan beberapa barang saat teman-teman Eonnie datang. Dua yeoja19. Kami berkenalan. Nama mereka adalah Kang Jiyoung dan Choi Sulli.

Aku tersenyum kepada mereka. Mereka membalas senyumku. Aku menoleh ke Jiyeon Eonnie yang belum mau diajak masuk ke mobil. “Jiyeon Eonnie, kita menunggu siapa lagi?” tanyaku.

Jwesongeyo20… aku terlambat.” Ucap seseorang tiba-tiba. Deg… jantungku terasa berhenti berdetak. Suara itu milik L… maksudku Kim Myungsoo-ssi. Aku menoleh ke arahnya.

Jiyeon Eonnie tertawa entah apa yang membuatnya tertawa itu. “Ini dia driver kita. Myungsoo. Hehe…” kata Jiyeon Eonnie. Jiyoung Eonnie menyenggol lengan Jiyeon Eonnie. “Pantas saja kau bilang tidak usah khawatir dengan siapa yang akan membawa mobil.” Sindirnya. Jiyeon Eonnie hanya memamerkan sederet giginya.

Kami pun segera berangkat ke pantai.

#

Aku duduk di atas pasir putih yang lembut. Sendiri. Jiyeon Eonnie sedang berenang bersama teman-temannya, sedangkan Kim Myungsoo sibuk mengabadikan panorama pantai ke dalam kameranya. Aku sendiri tidak bisa berenang jadi aku lebih memilih untuk duduk menyendiri.

“Krystal-ah.” Deg. L… Suara itu… Tidak, Krystal! Itu pasti bukan L, itu Kim Myungsoo-ssi. Aku menoleh untuk melihat Kim Myungsoo. Kulihat ia masih sibuk mengambil gambar.

Lalu siapa yang memanggilku? “Krystal-ah..” Suara itu muncul lagi. Aku berdiri. Melihat ke sana ke mari mencari asal suara tersebut. Kemudian berjalan dan terus mencari. “Krystal-ah, naega neol saranghae….” Aku terus mencari. Itu benar-benar L.. Lku.

Kakiku terus berjalan membawaku menjauh dari yang lain. “L, neo eodiya21?” teriakku. “L!!” teriakku lagi memanggil namanya. Tanpa terasa air mata yang selama ini kubendung, akhirnya keluar. Membentuk aliran kecil di pipiku.

“Krystal-ah! Kemarilah!” Aku terus berjalan. Suara itu semakin membuatku sesak. Aku sulit bernafas. Bukan! Ini bukan karena suara itu. Ini air laut. Aku tenggelam!

“Tolong! Tolong! Uhuk… uhuk.. tolong!” teriakku membuat air asin laut masuk dengan mudahnya ke mulutku.

Entah sudah berapa lama aku mencoba bertahan. Tuhan… apa mungkin ini akhir hidupku? Kesadaranku mulai hilang. Masih dapat kurasakan saat tiba-tiba sepasang tangan kokoh memelukku. Menarikku. Tangannya… L, apa kau yang membawaku?

Selama beberapa saat tidak ada yang dapat kurasakan sampai sesuatu yang lembut menyentuh bibirku. Membiarkan udara mengalir di seluruh tubuhku. “Uhuk..uhuk..” Aku terbatuk-batuk dan mulai mengerjapkan mataku.

“Krystal-ah, kau sudah sadar? Gwaenchanha22?” Kudengar suara Jiyeon Eonnie yang penuh kekhawatiran. Aku mengangguk pelan. “Eo.. nan gwaenchanha, Eonnie.” Ucapku dengan suara yang parau. Kurasakan Jiyeon Eonnie memelukku dengan erat.

#

Aku termenung di kedai kopi bersama Sulli Eonnie, teman Jiyeon Eonnie. Jiyeon Eonnie tak bisa menemaniku jalan-jalan karena hari ini bukan hari libur. Dan Eonnie sendiri tidak mau membiarkan aku jalan-jalan sendiri apalagi setelah peristiwa di pantai. Aku hanya menurut.

Ya! Krystal-ah! Kau ini memang senang melamun. Jangan melamun lagi!” tegur Sulli Eonnie. Aku tersentak. “Ne? Ah.. Ne, Eonnie.” Jawabku. Tepat saat itu, pintu kedai terbuka dan muncullah Kim Myungsoo.

Ia hanya melewatiku begitu saja. Aku menghela nafas. Bahkan sejak kejadian di pantai, ia masih saja dingin terhadapku. Belakangan baru kuketahui tangan kokoh yang menarikku saat aku tenggelam adalah Kim Myungsoo, bukan L.

Mataku tak bisa berhenti melirik Kim Myungsoo. Seperti dugaanku. Ia menghampiri yeoja yang sama dengan yang kulihat di hari pertamaku di Seoul. Tak dapat kupungkiri aku merasakan iri mulai merambati hatiku.

Gadis itu beruntung, ucapku dalam hati saat mendengar tawa bahagia dari yeojachingu24 Kim Myungsoo. Mataku berkaca-kaca.

Tiba-tiba Kim Myungsoo mendekatiku dan menarikku dengan kasar. Aku terlonjak namun tetap mengikutinya. Kudengar Sulli Eonnie memanggilku dengan khawatir. Aku menoleh ke Eonnie dan mencoba memberikan tatapan ‘aku baik-baik saja’.

Di tempat yang sedikit jauh dari kedai, Kim Myungsoo menghentikan langkahnya dan menghempaskan tanganku dengan kasar. Aku meringis kesakitan. “Aw..” rintihku. Namun aku hanya dapat menunduk apalagi Kim Myungsoo-ssi menatapku sangat tajam.

“Sudah kukatakan berapa kali padamu? Kenapa kau terus menatapku diam-diam?! Aku kan sudah minta maaf jika aku punya salah padamu.” Cerocosnya dengan sedikit berteriak. Mataku berkaca-kaca. Dia begitu mengingatkanku pada L.

Aniyo25. Kau tidak salah. Akulah yang salah. Jwesongeyo.” Ucapku. Pandanganku mulai kabur dan setetes air mataku pun jatuh. “Jeongmal jwesongeyo, Kim Myungsoo-ssi.” Tambahku.

Entah ia mendengar isak tangisku atau tidak. “Ka..kau menangis?” tanya Kim Myungsoo dan tentu saja tidak kujawab. Aku mencoba menghapus air mataku dengan kasar.

Waeyo26?” tanya Kim Myungsoo.

Aku mendongak. “Ne?” tanyaku.

Neo27.. kenapa menangis?” tanya Kim Myungsoo lagi.

Aku menunduk. “Itu karena… aku.. aku adalah yeoja yang cengeng.” Jawabku seasalnya. Heuh… aku tidak hanya cengeng tapi juga bodoh.

“Pasti karena namjachingumu ya?” tebak Kim Myungsoo. Aku tidak terkejut kalau ia bisa menebaknya.

Aku tersenyum kecut. “Kau benar.” Ucapku. Entah kenapa kata demi kata mulai keluar dari mulutku, menceritakan semua yang membebani pundakku. Mulai dari awal aku mengenal L, sampai takdir memisahkanku dengannya. Hingga saat aku tiba di Seoul dan bertemu dengan sosok yang sama dengan L.

Kim Myungsoo mendengarkanku dengan seksama. “Apa sosok itu aku?” tanyanya. “Ne.” jawabku. Aku menghela nafas. “Kukira hidupku akan lebih baik jika aku berada di Seoul. Ternyata tidak. Bayangan L justru semakin menghantuiku. Terlebih kau sering muncul di hadapanku.” Lanjutku.

“Aku begitu iri denganmu dan yeojachingumu. Kalian terlihat begitu bahagia.” Ujarku. “Kim Myungsoo-ssi, bisa.. kau peluk aku? Sebentar saja.” Pintaku. Kim Myungsoo diam saja.

Aku tertawa getir. “Aku memang keterlaluan. Padahal aku sudah tahu kau tidak mungkin menurutinya tapi aku tetap meminta. Mianhaeyo28, kalau begitu.. aku akan pergi.” Ucapku.

Namun belum sempat aku berbalik dan mulai melangkah, Kim Myungsoo-ssi sudah menarikku ke dalam pelukannya. Membuatku terkejut. Ah.. bahkan pelukannya sama hangatnya dengan pelukan L.

Air mataku kembali menetes, membentuk aliran kecil di pipiku. “Mana mungkin aku membiarkan seorang yeoja bersedih hati hanya karena aku tidak memeluknya.” Kata Kim Myungsoo.

Aku membiarkan pelukan ini sebelum akhirnya kulepaskan pelukannya. “Kim Myungsoo-ssi…” panggilku yang hanya dijawab dengan gumaman oleh Kim Myungsoo. “Gamsahamnida29 karena sudah menolongku saat aku hampir mati karena tenggelam dan... gamsahamnida atas pelukannya.” Ucapku.

Kulihat Kim Myungsoo tersenyum. Aku juga memaksakan seutas senyum di bibirku.

#

Sudah kuputuskan aku akan kembali ke California saja. Awal tujuanku pergi ke Seoul karena aku ingin melupakan L untuk sejenak agar aku tidak terlarut dalam kesedihan. Namun ternyata berada di Seoul justru membuatku semakin gila.

Yahh.. mungkin L memang bukan takdirku. Bukankah aku hampir mati saat mengejar L? Aku hampir tenggelam. Mungkin itu pesan supaya aku lepas dari bayang-bayang L.

Dan kini aku sedang berada di taksi yang akan membawaku ke bandara. Di sampingku, Jiyeon Eonnie akan mengantarku sampai Bandara Incheon.

Saat melewati perempatan dekat kedai kopi, aku melihat Kim Myungsoo sedang bersama yeojachingunya. “Ahjussi30, tolong berhenti sebentar.” Ucapku pada sopir taksi.

Jiyeon Eonnie memandangku. “Wae?” tanyanya. Aku hanya tersenyum kemudian keluar dari taksi.

Aku menghampiri Kim Myungsoo dan berniat untuk berpamitan padanya. “Hah! Bahkan ia juga mengunjungimu sekarang!” bentak pacar Kim Myungsoo tiba-tiba sambil menunjukku.

Aku mengerutkan keningku. “Naega?” tanyaku tak mengerti. Wanita itu meninggalkan Kim Myungsoo dan masuk ke kedai. “Suzy-ah!” seru Kim Myungsoo. Ia akan mengejarnya namun aku menahannya.

“Kim Myungsoo-ssi, ada apa?” tanyaku. Kim Myungsoo menghela nafas. “Dia… salah paham pada kita.” Jawabnya. Aku tidak mengerti. Kita?

Aku bertanya lagi, “Kita? Memangnya ada apa dengan kita?” tanyaku. “Ia melihat kita berpelukan kemarin dan mengira aku selingkuh denganmu. Apalagi kau juga sering melihatku secara terang-terangan di kedai.” Jelasnya. Ohh… jadi karena itu mereka bertengkar… berarti itu adalah salahku.

Geurae31, biar aku yang menjelaskan ke… siapa namanya?” ujarku. “Bae Suzy.” Jawab Kim Myungsoo.

Aku pun masuk ke kedai dan menemui yeojachingu Kim Myungsoo.

“Tolong maafkan Kim Myungsoo-ssi. Dia tidak salah.” Ucapku. Bae Suzy yang sedari tadi membelakangiku kini menghadapku.

“Kau masih bisa bilang dia tidak salah setelah kalian berpelukan?” cercanya.

“Apanya yang salah dengan berpelukan? Di Amerika orang-orang berpelukan dengan siapa saja. Lagipula sebenarnya aku yang meminta dan ‘memaksa’ Kim Myungsoo-ssi karena ia mengingatkanku pada seseorang. Yang pasti aku dan Kim Myungsoo-ssi tidak ada hubungan apa-apa. Jwesongeyo... karena aku membuatmu salah paham dan marah pada Kim Myungsoo-ssi.” Ucapku.

Bae Suzy masih menatapku curiga. “You can believe me.” Kataku mencoba meyakinkan. “Emm.. geunde32 terserah denganmu mau percaya atau tidak. Itu hakmu. Yang penting aku sudah menjelaskan padamu.” Lanjutku.

“Oh ya, dan untuk yang satu ini, aku kesini bukan untuk mengunjungi Kim Myungsoo-ssi. Aku hanya ingin berpamitan karena aku akan pergi. Jadi jangan salah paham denganku begitu. Aku ini wanita baik-baik dan tidak mungkin merebut kekasih orang lain.” Tambahku kemudian berbalik dan berjalan meninggalkan Bae Suzy.

Tak kusangka ia mengikutiku keluar kedai. Aku berhenti melangkah. “Jeongmalyo?” tanya Bae Suzy. Tanpa membalikkan tubuhku aku mengangguk. Kemudian berjalan lagi. Dapat kulihat dari sudut mataku pasangan itu berpelukan dan saling meminta maaf.

Aku pun masuk ke dalam taksi. “Jalan, Pak.” Ucapku pada sopir taksi. Aku menoleh ke Jiyeon Eonnie yang sedari tadi melihatku dengan penasaran. “Sudah selesai urusanmu?” tanyanya.

Ne, sekarang aku benar-benar akan memulai hidupku yang baru, yang lebih baik. Semoga saja ini tidak bertahan lama.” Ujarku. Yeah… kusadari sekarang kalau L memang bukanlah takdirku. Juga L L yang lain.

# THE END #

Note:
1Naega neol saranghae : Aku mencintaimu
2Nae eomma : Ibuku
3Omo : Astaga
4Annyeong : Hai
5Chagiya : Sayang
6Namja : Lelaki
7Jeongmalyo : Benarkah
8Jwesonghamnida : Maaf
9Agashi : Nona
10Eonnie : Kakak perempuan (dipanggil oleh perempuan)
11Nugunde : Siapa
12Wae : Kenapa
13Ne : Ya
14Andwae : Tidak
15Chogi : Permisi
16Banmal : Bahasa informal
17Naega : Aku
18Nae namjachingu : Pacar (lelaki) ku
19Yeoja : Perempuan
20Jwesongeyo : Maaf
21Neo eodiya : Kau dimana
22Gwaenchanha? : Kau baik-baik saja?
23Nan gwaenchanha : Aku baik-baik saja
24Yeojachingu : Pacar (perempuan)
25Aniyo : Tidak
26Waeyo : Kenapa
27Neo : Kau
28Mianhaeyo : Maaf
29Gamsahamnida : Terima kasih
30Ahjussi : Panggilan untuk pria tua
31Geurae : Kalau begitu
32Geunde : Tapi


Tidak ada komentar:

Posting Komentar