Storyline by Dana Rizky |
Krystal’s
POV
“Naega
neol saranghae1, Krystal-ah.”
Itu adalah kalimat terakhir yang kudengar
dari mulut L. Kalimat yang begitu melekat di seluruh ingatan, hati, bahkan
mungkin juga seluruh tubuhku. Kalimat dari seseorang yang sangat berarti di
hidupku. Seseorang yang kini tinggal namanya saja.
Namun waktu telah berlalu dan semua
tinggallah kenangan. Dan kini saatnya
aku memulai hidup yang baru. Hidup yang akan sepi tanpa senyumannya.
#
Aku berjalan di sepanjang trotoar
sambil menarik koper besarku. Seoul sangat berbeda dengan California. Itu menurutku. Dan ini adalah
pertama kalinya aku menapakkan kakiku di tempat kelahiran nae eomma2, Seoul.
Karena sebuah peristiwa, kini aku harus terdampar di tepi jalan yang sama
sekali tak kukenal.
Lima jam yang lalu...
Aku berjalan keluar dari Bandara
Incheon dan menghentikan sebuah taksi yang kosong. Taksi mulai berjalan setelah
aku masuk dan menyebutkan tempat tujuanku yaitu rumah imo-bibi, adik ibuku.
Namun tiba-tiba saja taksi yang
kutumpangi mogok. Aku memutuskan untuk berjalan kaki saja karena sopir taksi
itu bilang alamat yang kutuju tidak terlalu jauh dari sana. Dengan sedikit ragu
aku mengikuti apa yang dikatakan sopir taksi tersebut.
Dan di sinilah aku sekarang. Berdiri di
tengah trotoar dan tidak tahu tempat apa ini. Aku mendongak melihat langit. Sudah
mulai senja. Ponselku juga mati sehingga aku tidak bisa menghubungi bibiku atau
siapa saja yang ku kenal di Seoul.
Aku pun melanjutkan berjalan lagi
sampai di perempatan jalan. Huft… lelah sekali. Kulihat sebuah kedai kopi yang
terlihat menarik. Kuputuskan untuk mampir ke kedai itu sebentar.
“Selamat datang….” Sapa seorang pelayan
wanita padaku. Aku hanya tersenyum. Kududukkan diriku disalah satu kursi yang
tersedia di luar kedai atau outdoor. “Aku
pesan apa ya?” gumamku sambil melihat menu yang disediakan.
Setelah memesan, mataku tak mau beristirahat
begitu saja dan memilih untuk menelanjangi setiap detail dari kedai ini.
“Jika L bersamaku sekarang, ia pasti
juga mengagumi indahnya bangunan kedai ini. Hah… arsitek muda itu.” Celotehku
tanpa sadar. “Omo3! Apa
yang kulakukan? Krystal-ah, kau tidak boleh begini. Ia sudah
pergi.” Kataku mencoba mengingatkan pada diriku sendiri akan kenyataan pahit
yang harus kujalani.
Tak lama pesananku datang. Secangkir cappuccino dengan sedikit bubuk creamer di atasnya. Sesuai kesukaanku.
Saat aku meniup cappuccinoku yang panas, kudengar suaranya, membuatku membeku. “Annyeong4, Chagiya5.” Ya,
itu benar-benar suaranya. Kuletakkan cangkirku di meja dan mencari pemilik
suara itu. Aku sedikit terlonjak melihat siapa orang itu. Dia… namja6 itu…
orang yang sudah lama kurindukan… L.
Hampir saja aku menghampirinya jika aku
tidak melihat ia memeluk pelayan wanita yang tadi menyapaku. Aku tersentak. “Chagiya, aku
mau kerja dulu. Lepaskan ya?” pinta si gadis.
Hatiku seperti tersayat-sayat
melihatnya memeluk wanita itu. Namun juga tak dapat dipungkiri aku senang
melihat wajah itu lagi. Benarkah itu dia? Jeongmalyo7?
Tanpa sadar mataku terus tertuju
padanya. Memandangnya dengan pilu. Mataku berkaca-kaca. Aku menutup kedua
mataku menggunakan tanganku dengan segera. Saat kubuka tanganku, kulihat
seorang pemuda bertubuh jangkung berdiri di depanku.
Itu dia… L…. “Jwesonghamnida8, Agashi9.
Kenapa anda terus melihat saya?” tanyanya. Aku terkejut. Dia.. bukan L. L tidak
akan berbicara formal denganku.
Pemuda yang mirip dengan L itu
mengedikkan kedua bahunya seraya pergi meninggalkanku yang tak kunjung menjawab
pertanyaannya. Aku masih menatapnya. Menatapnya yang terus menjauh dariku.
Aku menghela nafas. Inikah yang kusebut
hidup baru?
#
Hari sudah pagi. Sinar matahari mulai
mengusik tidurku. Tiba-tiba pintu kamarku terbuka. Oh.. hanya Jiyeon Eonnie10, sepupuku. Ya… aku sekarang
berada di rumah bibiku. Beruntung sekali aku mampir ke kedai
kopi kemarin karena Jiyeon Eonnie
tiba-tiba saja muncul di kedai.
“Ya-Hei!
Krystal-ah! Jangan senang melamun!”
tegur Jiyeon Eonnie. Aku hanya
memamerkan sederet gigiku. Jiyeon Eonnie
duduk di sampingku. “Krystal-ah, ayo
bangun dan sarapan bersama! Eomoni-Ibu
sudah membuatkan sandwich untuk
kita.” Ajak Eonnie.
Kamipun keluar dari kamar. Saat
melewati jendela besar di ruang tengah, kulihat pemuda itu di luar sana. Namja itu… Ya! Krystal-ah! Dia itu
bukan L! Bukan!
Aku tersenyum kecut melihatnya. Kenapa ia
begitu mirip? “Eonnie, pemuda yang di
sana itu…” ucapku menggantung sambil menunjuk ‘Dia’. “Nugunde?” tanyaku.
Eonnie melihat
arah yang kutunjuk. “Dia Kim Myungsoo, tetangga kami dan sekarang ia menjadi tetanggamu
juga.” Jawab Jiyeon Eonnie. Aku
membulatkan mulutku tanda mengerti. “Wae12?”
tambah Eonnie.
Aku yang sedari tadi masih
memperhatikan pemuda itu menoleh ke Eonnie.
“Ne13? Ah.. aniya-tidak. Dia hanya mirip seseorang
yang ku kenal.” Jawabku. Ah andwae14.. Mereka
tidak mirip, tapi mereka sama.
Kulihat Eonnie juga melihat Kim Myungsoo lagi. Ah! Kenapa menyebut nama
aslinya terasa sulit sekali? “Ya sudah. Ayo kita makan! Eomma sudah menunggu kita.” Ajak Jiyeon Eonnie lagi. Aku mengangguk dan mengikuti Eonnie yang sudah mendahuluiku.
#
Tak terasa sudah seminggu aku tinggal
di kampung halaman Eomoni. Sudah
seminggu pula aku selalu mengikuti L maksudku Kim Myungsoo dan memandangnya
dari jauh. Kim Myungsoo-ssi… aku
benar-benar tidak bisa melihatnya sebagai Kim Myungsoo. Entah kenapa di mataku
ia selalu L.
Seperti saat ini. aku sedang berada di
perpustakaan mengikuti Kim Myungsoo. Aku berpura-pura membaca buku sejarah
Korea Selatan yang tidak kuketahui sama sekali. “Omo! Dia melihatku!” gumamku saat mengetahui Kim Myungsoo sedang
melihatku dengan tajam.
Aku mencoba menutup wajahku dengan buku
yang kubawa. “Chogi15, bisa kau
ikut denganku sekarang?” tanya Kim Myungsoo yang kali ini menggunakan banmal16. Apa dia lupa menggunakan
bahasa formalnya? Aku meletakkan buku yang sedari tadi masih menutupi wajahku.
“Naega17?”
tanyaku sambil menunjuk diriku sendiri. Ia mengangguk. Kim Myungsoo pun keluar
dari perpustakaan dan segera kususul.
Kim Myungsoo membalikkan tubuhnya
hingga menghadap aku. “Saya langsung saja. Kenapa anda selalu mengikuti saya?
Apa saya mempunyai salah dengan anda?” tanya Kim Myungsoo.
Aku gelagapan. “Emm.. itu.. aku…” Kim Myungsoo
menghela nafas. “Jwesonghamnida jika saya punya
salah.” Ucapnya seraya berbalik akan meninggalkanku.
Tanpa sadar tanganku menahannya.
“Jadilah nae namjachingu18.”
Pintaku. Aku segera menutup mulutku begitu menyadari ucapanku dan saat kulihat Kim
Myungsoo memutar tubuhnya kembali.
“Ne? Namjachingu?” tanyanya.
Aku menelan ludah. “Jwesonghamnida.”
Ucapku dan segera pergi meninggalkan Kim Myungsoo yang terpaku.
#
Minggu yang cerah. Jiyeon Eonnie mengajakku pergi ke pantai. Ia
bilang ia juga mengajak beberapa temannya. Aku hanya menurut. Kami sedang
memasukkan beberapa barang saat teman-teman Eonnie
datang. Dua yeoja19. Kami berkenalan. Nama mereka
adalah Kang Jiyoung dan Choi Sulli.
Aku tersenyum kepada mereka. Mereka
membalas senyumku. Aku menoleh ke Jiyeon Eonnie
yang belum mau diajak masuk ke mobil. “Jiyeon Eonnie, kita menunggu siapa lagi?” tanyaku.
“Jwesongeyo20… aku
terlambat.” Ucap seseorang tiba-tiba. Deg… jantungku terasa berhenti berdetak.
Suara itu milik L… maksudku Kim Myungsoo-ssi.
Aku menoleh ke arahnya.
Jiyeon Eonnie tertawa entah apa yang membuatnya tertawa itu. “Ini dia driver kita. Myungsoo. Hehe…” kata Jiyeon
Eonnie. Jiyoung Eonnie menyenggol lengan Jiyeon Eonnie. “Pantas saja kau bilang tidak
usah khawatir dengan siapa yang akan membawa mobil.” Sindirnya. Jiyeon Eonnie hanya memamerkan sederet giginya.
Kami pun segera berangkat ke pantai.
#
Aku duduk di atas pasir putih yang
lembut. Sendiri. Jiyeon Eonnie sedang
berenang bersama teman-temannya, sedangkan Kim Myungsoo sibuk mengabadikan
panorama pantai ke dalam kameranya. Aku
sendiri tidak bisa berenang jadi aku lebih memilih untuk duduk menyendiri.
“Krystal-ah.” Deg. L… Suara itu… Tidak, Krystal! Itu pasti bukan L, itu Kim Myungsoo-ssi. Aku menoleh untuk melihat Kim Myungsoo.
Kulihat ia masih sibuk mengambil gambar.
Lalu siapa yang memanggilku? “Krystal-ah..” Suara itu muncul lagi. Aku
berdiri. Melihat ke sana ke mari mencari asal suara tersebut. Kemudian berjalan
dan terus mencari. “Krystal-ah, naega neol saranghae….” Aku terus
mencari. Itu benar-benar L.. Lku.
Kakiku terus berjalan membawaku menjauh
dari yang lain. “L, neo eodiya21?”
teriakku. “L!!” teriakku lagi memanggil namanya. Tanpa terasa air mata yang
selama ini kubendung, akhirnya keluar. Membentuk aliran kecil di pipiku.
“Krystal-ah! Kemarilah!” Aku terus berjalan. Suara itu semakin membuatku
sesak. Aku sulit bernafas. Bukan! Ini bukan karena suara itu. Ini air laut. Aku
tenggelam!
“Tolong! Tolong! Uhuk… uhuk.. tolong!”
teriakku membuat air asin laut masuk dengan mudahnya ke mulutku.
Entah sudah berapa lama aku mencoba
bertahan. Tuhan… apa mungkin ini akhir hidupku? Kesadaranku mulai hilang. Masih
dapat kurasakan saat tiba-tiba sepasang tangan kokoh memelukku. Menarikku.
Tangannya… L, apa kau yang membawaku?
Selama beberapa saat tidak ada yang
dapat kurasakan sampai sesuatu yang lembut menyentuh bibirku. Membiarkan udara mengalir
di seluruh tubuhku. “Uhuk..uhuk..” Aku terbatuk-batuk dan mulai mengerjapkan
mataku.
“Krystal-ah, kau sudah sadar? Gwaenchanha22?”
Kudengar suara Jiyeon Eonnie yang
penuh kekhawatiran. Aku mengangguk pelan. “Eo.. nan gwaenchanha, Eonnie.” Ucapku dengan suara yang parau.
Kurasakan Jiyeon Eonnie memelukku
dengan erat.
#
Aku termenung di kedai kopi bersama Sulli Eonnie, teman
Jiyeon Eonnie. Jiyeon Eonnie tak bisa menemaniku jalan-jalan
karena hari ini bukan hari libur. Dan Eonnie
sendiri tidak mau membiarkan aku jalan-jalan sendiri apalagi setelah peristiwa
di pantai. Aku hanya menurut.
“Ya!
Krystal-ah! Kau ini memang senang
melamun. Jangan melamun lagi!” tegur Sulli Eonnie. Aku tersentak. “Ne? Ah.. Ne, Eonnie.” Jawabku.
Tepat saat itu, pintu kedai terbuka dan muncullah Kim Myungsoo.
Ia hanya melewatiku begitu saja. Aku
menghela nafas. Bahkan sejak kejadian di pantai, ia masih saja dingin
terhadapku. Belakangan baru kuketahui tangan kokoh yang menarikku saat aku
tenggelam adalah Kim Myungsoo, bukan L.
Mataku tak bisa berhenti melirik Kim Myungsoo.
Seperti dugaanku. Ia menghampiri yeoja
yang sama dengan yang kulihat di hari pertamaku di Seoul. Tak dapat kupungkiri
aku merasakan iri mulai merambati hatiku.
Gadis
itu beruntung, ucapku dalam hati saat mendengar tawa
bahagia dari yeojachingu24 Kim Myungsoo. Mataku
berkaca-kaca.
Tiba-tiba Kim Myungsoo mendekatiku dan
menarikku dengan kasar. Aku terlonjak namun tetap mengikutinya. Kudengar Sulli Eonnie memanggilku dengan khawatir. Aku
menoleh ke Eonnie dan mencoba
memberikan tatapan ‘aku baik-baik saja’.
Di tempat yang sedikit jauh dari kedai,
Kim Myungsoo menghentikan langkahnya dan menghempaskan tanganku dengan kasar.
Aku meringis kesakitan. “Aw..” rintihku. Namun aku hanya dapat menunduk apalagi
Kim Myungsoo-ssi menatapku sangat
tajam.
“Sudah kukatakan berapa kali padamu?
Kenapa kau terus menatapku diam-diam?! Aku kan sudah minta maaf jika aku punya
salah padamu.” Cerocosnya dengan sedikit berteriak. Mataku berkaca-kaca. Dia
begitu mengingatkanku pada L.
“Aniyo25. Kau
tidak salah. Akulah yang salah. Jwesongeyo.” Ucapku. Pandanganku mulai
kabur dan setetes air mataku pun jatuh. “Jeongmal
jwesongeyo, Kim Myungsoo-ssi.” Tambahku.
Entah ia mendengar isak tangisku atau
tidak. “Ka..kau menangis?” tanya Kim Myungsoo dan tentu saja tidak kujawab. Aku
mencoba menghapus air mataku dengan kasar.
“Waeyo26?”
tanya Kim Myungsoo.
Aku mendongak. “Ne?”
tanyaku.
“Neo27..
kenapa menangis?” tanya Kim Myungsoo lagi.
Aku menunduk. “Itu karena… aku.. aku
adalah yeoja yang cengeng.” Jawabku seasalnya.
Heuh… aku tidak hanya cengeng tapi
juga bodoh.
“Pasti karena namjachingumu ya?” tebak Kim Myungsoo. Aku tidak terkejut kalau ia
bisa menebaknya.
Aku tersenyum kecut. “Kau benar.” Ucapku. Entah kenapa kata
demi kata mulai keluar dari mulutku, menceritakan semua yang membebani pundakku.
Mulai dari awal aku mengenal L, sampai takdir memisahkanku dengannya. Hingga saat
aku tiba di Seoul dan bertemu dengan sosok yang sama dengan L.
Kim Myungsoo mendengarkanku dengan
seksama. “Apa sosok itu aku?” tanyanya. “Ne.”
jawabku. Aku menghela nafas. “Kukira hidupku akan lebih baik jika aku berada di
Seoul. Ternyata tidak. Bayangan L justru semakin menghantuiku. Terlebih kau
sering muncul di hadapanku.” Lanjutku.
“Aku begitu iri denganmu dan yeojachingumu. Kalian terlihat begitu
bahagia.” Ujarku. “Kim Myungsoo-ssi, bisa..
kau peluk aku? Sebentar saja.” Pintaku. Kim Myungsoo diam saja.
Aku tertawa getir. “Aku memang
keterlaluan. Padahal aku sudah tahu kau tidak mungkin menurutinya tapi aku
tetap meminta. Mianhaeyo28,
kalau begitu.. aku akan pergi.” Ucapku.
Namun belum sempat aku berbalik dan mulai
melangkah, Kim Myungsoo-ssi sudah
menarikku ke dalam pelukannya. Membuatku terkejut. Ah.. bahkan pelukannya sama
hangatnya dengan pelukan L.
Air mataku kembali menetes, membentuk aliran kecil di pipiku. “Mana
mungkin aku membiarkan seorang yeoja bersedih
hati hanya karena aku tidak memeluknya.” Kata Kim Myungsoo.
Aku membiarkan pelukan ini sebelum
akhirnya kulepaskan pelukannya. “Kim Myungsoo-ssi…” panggilku yang hanya dijawab dengan gumaman oleh Kim Myungsoo.
“Gamsahamnida29 karena
sudah menolongku saat aku hampir mati karena tenggelam dan... gamsahamnida atas
pelukannya.” Ucapku.
Kulihat Kim Myungsoo tersenyum. Aku
juga memaksakan seutas senyum di bibirku.
#
Sudah kuputuskan aku akan kembali ke California
saja. Awal tujuanku pergi ke Seoul karena aku ingin melupakan L untuk sejenak
agar aku tidak terlarut dalam kesedihan. Namun ternyata berada di Seoul justru
membuatku semakin gila.
Yahh.. mungkin L memang bukan takdirku. Bukankah aku hampir
mati saat mengejar L? Aku hampir tenggelam. Mungkin itu pesan supaya aku lepas
dari bayang-bayang L.
Dan kini aku
sedang berada di taksi yang akan membawaku ke bandara. Di sampingku, Jiyeon Eonnie akan mengantarku sampai Bandara
Incheon.
Saat melewati perempatan
dekat kedai kopi, aku melihat Kim Myungsoo sedang bersama yeojachingunya. “Ahjussi30, tolong berhenti sebentar.” Ucapku pada sopir taksi.
Jiyeon Eonnie memandangku. “Wae?” tanyanya. Aku hanya tersenyum
kemudian keluar dari taksi.
Aku menghampiri
Kim Myungsoo dan berniat untuk berpamitan padanya. “Hah! Bahkan ia juga
mengunjungimu sekarang!” bentak pacar Kim Myungsoo tiba-tiba sambil menunjukku.
Aku mengerutkan
keningku. “Naega?” tanyaku tak mengerti. Wanita itu meninggalkan Kim Myungsoo dan masuk
ke kedai. “Suzy-ah!” seru Kim
Myungsoo. Ia akan mengejarnya namun aku menahannya.
“Kim Myungsoo-ssi, ada apa?” tanyaku. Kim Myungsoo
menghela nafas. “Dia… salah paham pada kita.” Jawabnya. Aku tidak mengerti.
Kita?
Aku bertanya
lagi, “Kita? Memangnya ada apa dengan kita?” tanyaku. “Ia melihat kita
berpelukan kemarin dan mengira aku selingkuh denganmu. Apalagi kau juga sering melihatku
secara terang-terangan di kedai.” Jelasnya. Ohh… jadi karena itu mereka
bertengkar… berarti itu adalah salahku.
“Geurae31, biar aku yang menjelaskan ke… siapa namanya?” ujarku.
“Bae Suzy.” Jawab Kim Myungsoo.
Aku pun masuk
ke kedai dan menemui yeojachingu Kim Myungsoo.
“Tolong maafkan
Kim Myungsoo-ssi. Dia tidak salah.”
Ucapku. Bae Suzy yang sedari tadi membelakangiku kini menghadapku.
“Kau masih bisa bilang dia tidak salah setelah kalian berpelukan?”
cercanya.
“Apanya yang
salah dengan berpelukan? Di Amerika orang-orang berpelukan dengan siapa saja. Lagipula
sebenarnya aku yang meminta dan ‘memaksa’ Kim Myungsoo-ssi karena ia mengingatkanku pada seseorang. Yang pasti aku dan Kim
Myungsoo-ssi tidak ada hubungan
apa-apa. Jwesongeyo... karena aku membuatmu salah paham dan marah pada Kim Myungsoo-ssi.” Ucapku.
Bae Suzy masih menatapku curiga. “You can believe me.” Kataku mencoba meyakinkan. “Emm.. geunde32 terserah denganmu mau percaya atau tidak. Itu hakmu. Yang penting aku
sudah menjelaskan padamu.” Lanjutku.
“Oh ya, dan
untuk yang satu ini, aku kesini bukan untuk mengunjungi Kim Myungsoo-ssi. Aku hanya ingin berpamitan karena
aku akan pergi. Jadi jangan salah paham denganku begitu. Aku ini wanita
baik-baik dan tidak mungkin merebut kekasih orang lain.” Tambahku kemudian
berbalik dan berjalan meninggalkan Bae Suzy.
Tak kusangka ia
mengikutiku keluar kedai. Aku berhenti melangkah. “Jeongmalyo?” tanya Bae Suzy. Tanpa membalikkan tubuhku aku mengangguk. Kemudian berjalan lagi. Dapat kulihat
dari sudut mataku pasangan itu berpelukan dan saling meminta maaf.
Aku pun masuk
ke dalam taksi. “Jalan, Pak.” Ucapku pada sopir taksi. Aku menoleh ke Jiyeon Eonnie yang sedari tadi melihatku dengan
penasaran. “Sudah selesai urusanmu?” tanyanya.
“Ne, sekarang aku benar-benar akan memulai
hidupku yang baru, yang lebih baik. Semoga saja ini tidak bertahan lama.” Ujarku.
Yeah… kusadari sekarang kalau L memang bukanlah takdirku. Juga L L yang lain.
# THE END #
Note:
1Naega neol saranghae : Aku mencintaimu
2Nae eomma : Ibuku
3Omo : Astaga
4Annyeong : Hai
5Chagiya : Sayang
6Namja : Lelaki
7Jeongmalyo : Benarkah
8Jwesonghamnida : Maaf
9Agashi : Nona
10Eonnie : Kakak perempuan (dipanggil oleh perempuan)
11Nugunde : Siapa
12Wae : Kenapa
13Ne : Ya
14Andwae : Tidak
15Chogi : Permisi
16Banmal : Bahasa informal
17Naega : Aku
18Nae namjachingu : Pacar (lelaki) ku
19Yeoja : Perempuan
20Jwesongeyo : Maaf
21Neo eodiya : Kau dimana
22Gwaenchanha? : Kau baik-baik saja?
23Nan gwaenchanha : Aku baik-baik saja
24Yeojachingu : Pacar (perempuan)
25Aniyo : Tidak
26Waeyo : Kenapa
27Neo : Kau
28Mianhaeyo : Maaf
29Gamsahamnida : Terima kasih
30Ahjussi : Panggilan untuk pria tua
31Geurae : Kalau begitu
32Geunde : Tapi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar